Senin, 03 September 2018

Meet Them Soon!


foto: dokumen pribadi penulis.
Kehidupan tentu tak dapat lepas dari interaksi manusia satu sama lain. Dalam interaksi dibutuhkan komunikasi. Dalam berkomunikasi, banyak hal yang yang bisa menjadi faktor penghambat. Bisa jarak, waktu, kesibukan, dan lain sebagainya. Namun di zaman yang sudah modern ini, seringnya hambatan justru karena perbedaan persepsi. Hal yang paling saya rasakan selama ini, pangkal dari perbedaan persepsi adalah karena tidak memahami “bahasa” komunikan kita. Bahasa yang saya maksud di sini bukanlah jenis bahasa misalnya Indonesia, Inggris, dst. Namun lebih kepada bagaimana seseorang lebih bisa menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya.


Dari beberapa orang yang pernah menjalin komunikasi cukup intens dengan saya, ada yang lebih lugas menyampaikan segala sesuatunya secara tatap muka langsung dengan komunikan. Ada yang justru lebih PD saat ngobrol melalui telepon. Dan bagi para pendiam yang suka memendam sendiri apa yg mereka pikirkan dan rasakan, rata-rata lebih suka melakukan obrolan virtual melalui chat.


Sebenarnya, pesan chat justru yang paling tidak efektif untuk berkomunikasi. Terutama saat menyelesaikan suatu masalah. Ada banyak hal yang tidak kita ketahui apa yang sebenarnya terjadi di balik pesan yang dikirimkan. Saya sangat yakin ada banyak kebohongan dari komunikator yang ditutupi kepada komunikan.


Percakapan via telepon masih cukup efektif karena kita bisa menilai kadar bohong seseorang dari helaan nafas, intonasi, atau bahkan mungkin getar suara yang diucapkan. Padahal bisa jadi orang yang terdengar menangis dalam percakapan telepon juga belum tentu kita tahu kalau tangisannya akibat sedih. Bisa jadi juga menangis karena merasa bersalah, menangis karena kebingungan, atau malah pura-pura menangis. Oleh karena itu, percakapan langsung tetap akan menjadi alternatif paling efektif. Kita bisa melihat dan menilai ekspresi dari lawan bicara kita. Bagaimana sorot matanya, gesture yang mereka buat, dan seterusnya. 


Saran saya, bagi yang masih memiliki obrolan dengan orang lain dan belum sepenuhnya terselesaikan, meet them soon! (bagi yang terbiasa menyelesaikan problem secara langsung atau paling tidak via telepon, kemudian suatu saat menyelesaikan via chat, menurutku ada sesuatu yang harus kalian selesaikan lagi dengan cara yang biasa dilakukan saat berkomunikasi. Karena pasti komunikanmu akan merasa ada yang ganjil ;) )


Tapi kembali lagi, bagi orang-orang seperti saya yang aslinya pendiam, pemikir, dan penyendiri, komunikasi via chat tetap saya anggap paling efektif. Kenapa? Kami sanggup menyembunyikan apa saja yang sebenarnya saya pikirkan, rasakan, namun urung disampaikan. Alasannya sederhana, kami tahu bagaimana rasanya ikut  memikirkan dan merasakan apa dirasakan orang lain. Sehingga saya tidak ingin menjadi beban pikiran bagi lawan ngobrol saya. Salam.

*samar mengalun lagu "Distance" milik Christina Perri