Kehidupan tentu tak dapat lepas dari interaksi manusia satu
sama lain. Dalam interaksi dibutuhkan komunikasi. Dalam berkomunikasi, banyak hal
yang yang bisa menjadi faktor penghambat. Bisa jarak, waktu, kesibukan, dan
lain sebagainya. Namun di zaman yang sudah modern ini, seringnya hambatan
justru karena perbedaan persepsi. Hal yang paling saya rasakan selama ini,
pangkal dari perbedaan persepsi adalah karena tidak memahami “bahasa” komunikan
kita. Bahasa yang saya maksud di sini bukanlah jenis bahasa misalnya Indonesia,
Inggris, dst. Namun lebih kepada bagaimana seseorang lebih bisa menyampaikan
apa yang ada dalam pikirannya.
Dari beberapa orang yang pernah menjalin komunikasi cukup
intens dengan saya, ada yang lebih lugas menyampaikan segala sesuatunya secara
tatap muka langsung dengan komunikan. Ada yang justru lebih PD saat ngobrol
melalui telepon. Dan bagi para pendiam yang suka memendam sendiri apa yg mereka
pikirkan dan rasakan, rata-rata lebih suka melakukan obrolan virtual melalui
chat.
Sebenarnya, pesan chat justru yang paling tidak efektif
untuk berkomunikasi. Terutama saat menyelesaikan suatu masalah. Ada banyak hal
yang tidak kita ketahui apa yang sebenarnya terjadi di balik pesan yang
dikirimkan. Saya sangat yakin ada banyak kebohongan dari komunikator yang ditutupi
kepada komunikan.
Percakapan via telepon masih cukup efektif karena kita bisa
menilai kadar bohong seseorang dari helaan nafas, intonasi, atau bahkan mungkin
getar suara yang diucapkan. Padahal bisa jadi orang yang terdengar menangis
dalam percakapan telepon juga belum tentu kita tahu kalau tangisannya akibat
sedih. Bisa jadi juga menangis karena merasa bersalah, menangis karena
kebingungan, atau malah pura-pura menangis. Oleh karena itu, percakapan
langsung tetap akan menjadi alternatif paling efektif. Kita bisa melihat dan
menilai ekspresi dari lawan bicara kita. Bagaimana sorot matanya, gesture yang
mereka buat, dan seterusnya.
Saran saya, bagi yang masih memiliki obrolan dengan orang
lain dan belum sepenuhnya terselesaikan, meet them soon! (bagi yang terbiasa
menyelesaikan problem secara langsung atau paling tidak via telepon,
kemudian suatu saat menyelesaikan via chat, menurutku ada sesuatu yang harus
kalian selesaikan lagi dengan cara yang biasa dilakukan saat berkomunikasi. Karena
pasti komunikanmu akan merasa ada yang ganjil ;) )
Tapi kembali lagi, bagi orang-orang seperti saya yang
aslinya pendiam, pemikir, dan penyendiri, komunikasi via chat tetap saya anggap
paling efektif. Kenapa? Kami sanggup menyembunyikan apa saja yang sebenarnya
saya pikirkan, rasakan, namun urung disampaikan. Alasannya sederhana, kami tahu
bagaimana rasanya ikut memikirkan dan merasakan apa dirasakan orang lain. Sehingga
saya tidak ingin menjadi beban pikiran bagi lawan ngobrol saya. Salam.
*samar mengalun lagu "Distance" milik Christina Perri